Kotawaringin Barat | |
Senin, 26 Juli 2010 00:21 | |
Para petani biasa memanen hingga 2 ton sayuran, namun kini mereka hanya bisa menghasilkan 50 kilogram saja. PARA petani sayur di Desa Karang-anyar kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), sudah sepekan ini tidak bercocok tanam akibat tingginya debit air Sungai Arut yang merendam areal perkebunan mereka. Jika keadaan tidak berubah dalam kurun waktu yang cukup lama, dikhawatirkan akan berdampak pada kurangnya pasokan sayur di Pangkalan Bun dan sekitarnya. Keadaan ini pun bisa berujung pada naiknya harga sayuran di pasar. "Jika kondisi cuaca normal, kami bisa panen sebanyak 2 ton. Tapi jika kondisi seperti ini, kami hanya mampu panen sebanyak 50 kilogram saja, dengan memanfaatkan sisa tanah pinggiran area kebun yang tidak kena banjir," kata salah satu petani sayur, Karni, dari kelompok tani Sehati, saat ditemui di tengah areal kebunnya yang sedang banjir. Dijelaskannya, curah hujan yang tinggi akhir-akhir ini telah menyebabkan debit air sungai naik dari biasanya. Luapan air yang tak terbendung itu pun meluber ke areal perkebunan warga di pinggir sungai. Sayuran yang ditanam pun akhirnya rusak dan kemudian membusuk. Daun sawi misalnya, yang rentan terhadap tanah yang basah. Banyaknya tanaman sawi yang rusak membuat para petani tidak dapat memanen sehingga mengurangi pasokan di pasar. Alhasil, penaikan harga sawi pun tak terelakkan akibat tidak seimbangnya antara permintaan dan produksi sawi. "Secara garis besar kebutuhan sayur di kawasan Kobar, di antaranya Pangkalan Bun, Sungai Rangit dan Astra atau kawasan perkebunan sawit, ditopang dari sentra pertanian sayur Desa Karanganyar. Tapi mau bagaimana lagi, kondisinya ya seperti ini," imbuhnya sambil menunjukkan ketinggian air yang sudah berada di atas lututnya. Kondisi lahan seluas kurang lebih 10 hektare itu sendiri sampai sekarang masih memprihatinkan. Areal itu saat ini lebih mirip sebuah telaga. Tidak terlihat sama sekali sayuran yang sempat ditanam para petani saat sebelum banjir. "Biasanya jika sudah banjir seperti ini airnya susah untuk surut dan membutuhkan waktu satu Bulan untuk kembali pada kondisi normal. Apalagi ditambah dengan tingginya tingkat curah hujan yang terjadi akhir-akhir ini," sahut petani lainnya, Parmin. "Dan hampir 90% petani berhenti menjalankan aktivitasnya," tambahnya. Menurutnya jika petani di sentra pertanian sayur tersebut memaksakan diri untuk menanam, mereka tetap akan berisiko merugi, sebab cuaca yang masih tidak stabil."Terendam air sehari saja, tanaman langsung mati. Tapi sebaliknya," ujarnya. Sumber : http://borneonews.co.id/news/kobar/ |
Sabtu, 31 Juli 2010
Hujan Tiada Henti Ancam Pasokan Sayur
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar