Komunitas Blogger Kotawaringin Barat

Islamic Calendar

Islamic Widget

Senin, 19 Juli 2010

Mahkamah Konstitusi Buat Tafsir Sepihak

Kotawaringin Barat
Senin, 19 Juli 2010 15:28

MAHKAMAH Konstitusi (MK) memutuskan sengketa pemi- lihan umum kepala daerah (pemilu kada) Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, berdasarkan dugaan tindak pidana yang belum terbukti.
Pakar hukum pidana UI Rudi Satrio di Jakarta, kemarin, mengatakan, seharusnya dugaan tindak pidana
dibuktikan secara hukum pidana di peradilan umum terlebih dahulu. "Pidana harus diproses secara hukum terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai dasar," tegasnya.
Jika pengadilan belum memutuskan, sambungnya, dugaan pidana pemilu belum dapat menjadi dasar pertimbangan hukum. Apalagi, MK tidak berwenang memeriksa pidana pemilu.
Hukum acara dan pembuktian di sidang MK berbeda dengan peradilan umum yang lebih menggali hukum secara materiil atas sebuah tindak pidana.
"MK telah mengenyampingkan pembuktian materiil yang mestinya dilakukan di peradilan umum dan melakukan penafsiran sendiri atas dugaan pidana pemilu kada," katanya.
Pada 7 Juli, MK mengabulkan gugatan hasil pemilu kada Kotawaringin Barat. MK membatalkan keputusan KPU Kotawaringin Barat yang menetapkan pasangan Sugianto dan Eko Soemarno sebagai pasangan kepala daerah terpilih.
Selain itu, MK juga mendiskualifikasi pasangan Sugianto dan Eko Sumarno serta menetapkan pasangan Ujang Iskandar dan Bambang Purwanto sebagai kepala daerah terpilih. Salah satu pertimbangan putusan itu adalah terjadinya pelanggaran berupa politik uang yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif.
Putusan itu berdasarkan keterangan sejumlah saksi yang diajukan pemohon, pasangan Ujang Iskandar dan Bambang Purwanto. Akan tetapi, pada 16 Juli, sejumlah warga Kotawaringin Barat mengadukan ke Mabes Polri mengenai keterangan palsu oleh saksi pemohon dalam sidang MK.
Pakar hukum tata negara Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir menambahkan, MK telah memutuskan berdasarkan sebuah dugaan pidana pemilu tanpa kekuatan hukum tetap.
Putusan MK telah menjustifikasi terjadi sebuah tindak pidana. "Walau mereka tidak memvonis pelaku tindak pidana pemilu tetapi pertimbangan atas terjadinya pidana pemilu dilakukan langsung oleh MK. Itu berada di luar kewenangan mereka," ujarnya.
Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Fajrul Falaakh menilai, dengan putusan itu MK telah melakukan penafsiran secara substanstif atas sebuah dugaan tindak pidana pemilu. Meskipun, dugaan pidana pemilu kada tidak dipertimbangkan seperti dalam hukum positif.
Akan tetapi, lanjutnya, MK tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan hasil pemilu kada. "MK hanya dapat meminta menghitung ulang atau pemberian suara ulang," tegasnya.
Salah satu hakim konstitusi yang menangani sengketa pemilu kada Kotawaringin Barat, Hamdan Zoelva mengatakan, sebuah dugaan pidana politik uang bisa saja diajukan ke lembaga yang berwenang. Tetapi, tidak menutup kemungkinan putusan terhadap tindak pidana berbeda dengan kasus perdata.
Ia mengibaratkan dengan pemakzulan terhadap presiden. "Bisa saja dalam porses pidananya kasus itu tidak terbukti, tapi presiden sudah dimakzulkan," katanya.
Dugaan politik uang, menurutnya, bisa dilihat secara pidana ataupun perdata. "Perspektifnya beda, cara penanganannya beda, pengadilannya pun berbeda. MK menangani yang soal perdata. Pidananya mau dipermasalahkan, ya silakan."

Lembaga pengawas
Sejumlah putusan kontroversi MK membuat semakin pentingnya lembaga pengawasan MK. "Putusan MK itu final dan mengikat. Di atas MK cuma ada Tuhan. Sementara hakimnya adalah manusia biasa yang tidak lepas dari kesalahan. Mereka juga butuh pengawasan," ucap Wakil Ketua Komisi 2 DPR dari F-PAN Teguh Juwarno.
Apalagi, konsistensi putusan MK juga kerap dipertanyakan. Misalnya, kasus putusan pemilu kada Kotawaringin Barat dengan Mandailing Natal, Sumatra Utara.
Di kedua daerah itu, MK menilai terjadi pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif. Akan tetapi, di Mandailing Natal, MK hanya memutuskan pemungutan suara ulang.
"Apakah MK akan konsisten dengan keputusan seperti ini? Putusan di dua kabupaten terakhir itu sudah keluar dari pakem MK. Walau kita sebenarnya butuh kejutan seperti itu," ucap Koordinator Nasional Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampow. (*/P-1)

Sumber : http://borneonews.co.id/news/kobar/12-kobar/3458-mahkamah-konstitusi-buat-tafsir-sepihak.html

1 komentar:

  1. Hukum di Indonesia makin memusingkan. Apalagi mengenai sengketa pemilu, sudah berapa banyak uang rakyat yang diboroskan hanya untuk memuaskan ego oknum tertentu.

    BalasHapus