Kotawaringin Barat
Minggu, 18 Juli 2010 00:37
JIKA MUI kini kembali merevisi fatwa sebelumnya (Fatwa MUI No 3/2010 tentang arah kiblat, yang diterbitkan pada Maret 2010), bukan berarti MUI tidak tegas menentukan arah kiblat.
Seiring dengan makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan alat ukur yang makin canggih, MUI pun dipaksa terus memperbaiki metode pengukurannya sehingga memberi ketenangan pada umat muslim dalam menjalankan salat.
Dan pelan namun pasti, posisi Kabah yang jaraknya 8.225 km dari Kabupaten Kotawaringin Barat itu pun, seiring dengan berjalannya waktu, dapat semakin didekati ketepatan lokasinya.
"Kita sempurnakan, sekarang jadi Barat Laut. Ada penyempurnaan dari terapan teknologi," kata Aminuddin Yakub, Sekretaris Komisi Fatwa MUI, saat mengumumkan fatwa baru itu, Kamis (15/7) lalu.
Lalu bagaimana dengan bangunan masjid yang sudah terlanjur menghadap ke Barat? MUI tak menyarankan untuk mengubah arah masjid, umat Islam hanya perlu mengubah safnya saja.
Dalam laman resminya di www.mui.or.id, MUI mengatakan, pergeseran saf salat ke arah Barat Laut atau sedikit menghadap ke kanan dari arah semula memang akan membuat sedikit ruangan di masjid menjadi tak terpakai. "Tapi itu agar ibadah kita lebih sempurna," kata Aminuddin.
Pergeseran 25 derajat ke arah Barat laut itu, sambungnya, tidak perlu membuat umat Islam khawatir atas keabsahan salatnya saat masih menghadap Barat.
"Salat kita yang kemarin tetap sah. Para ulama juga sudah ijtihad (penelitian dan pemikiran), kalau kita menghadap ke kiblat, dan Barat Laut-lah kiblat bagi umat muslim di Indonesia," tegasnya.
Ia juga menambahkan, perumusan fatwa baru tentang arah kiblat itu disusun oleh para ulama yang telah melakukan kajian bersama dengan beberapa pakar ilmu falak dan astronomi. Para ulama sepakat, arah Barat yang selama ini menjadi patokan umat Islam Indonesia saat salat, ternyata menghadap ke Afrika, Somalia Selatan, Kenya dan Tanzania. Dengan kata lain, bukan ke arah kabah yang berada di Mekah.
Agar mendapat arah yang lebih tepat dan meyakinkan, masyarakat dapat menggunakan kompas sebagai panduan untuk mendapatkan posisi Barat Laut yang tepat. Selain itu, masyarakat juga dapat mengakses www.qiblalocator.com untuk mengetahui letak pasti pergeseran arah kiblat di setiap daerah.
Sementara sejumlah pengurus (ta'mir) masjid dan musala yang ada di Kabupaten Kotawaringin Barat, saat ditemui kemarin, mengaku masih menunggu instruksi dari MUI dan Kantor Kementerian Agama setempat.
Sebagaimana yang disampaikan Imam Masjid Agung Riyadlus Shalihin H Mu'min Dzohir, hingga saat ini pihaknya masih menggunakan pedoman arah kiblat yang lama karena belum menerima edaran dari MUI Kobar.
"Masyarakat itu punya pemimpin dan ulama. Sementara saya baru mendengar kabar itu dari media massa. Selama belum ada instruksi dan edaran dari MUI maupun Kementerian Agama di Kobar, kita masih berpedoman dengan arah kiblat yang lama," ujarnya.
Pihaknya juga berharap MUI dan Kemeterian Agama Kobar untuk segera mensosialisasikan adanya perubahan arah kiblat sebagaimana ditetapkan MUI Pusat tersebut.
"Rencananya dalam waktu dekat kami akan menghadap dua lembaga itu untuk mengkonsultasikan keputusan revisi MUI tentang arah kiblat tersebut," ujarnya.
Sementara pejabat sementara Kepala Kementerian Agama Kobar H Yusra Marwan menyatakan, pihaknya telah bekerja dengan pengelola Bandara Iskandar Pangkalan Bun guna mengetahui arah kiblat yang tepat.
"Kami juga akan mendatangi sejumlah masjid dan musala di Kobar untuk mengetahui sejauh mana penyimpangan arah kiblat selama ini. Namun demikian, masyarakat hendaknya tidak berlebihan dalam menyikapi hal ini," ujarnya.
Ia menambahkan, pihaknya masih akan terus berkoordinasi dengan MUI dan hasilnya akan disampaikan secepatnya. "Mohon sabar dan pengertianya," pungkasnya.(P-2)
Sumber : http://borneonews.co.id/news/kobar/12-kobar/3442-tak-perlu-bongkar-masjid-betulkan-saja-posisi-sajadah.html
Senin, 19 Juli 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar