Kotawaringin Barat | |
Jumat, 23 Juli 2010 01:19 | |
MEMPRIHATINKAN. Masih banyak masyarakat lokal di Pulau Kalimantan ternyata tidak mengetahui bahwa orang utan termasuk satwa yang dilindungi. Fakta itu terungkap dari survei Kalimantan-Wide terhadap 6.872 responden dari 752 desa di tiga provinsi di pulau habitas asli orang utan itu. Survei tersebut menyebutkan lebih dari 50% responden di Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur menyatakan orang utan bukan spesies yang dilindungi. Jajak pendapat yang selesai Januari 2010 itu juga menunjukkan 61,3% dari responden pernah melihat orang utan. Mayoritas di antaranya, yaitu sebesar 86% mengaku bertemu orang utan di dekat kampung tempat tinggal mereka. Sisanya mengaku pernah melihat orang utan di sepanjang sungai, kebun sawit, sekitar danau, dan pekarangan rumah. Hasil survei yang dilakukan Perhimpunan Pemerhati dan Ahli Primata Indonesia (PERHAPPI) dan The Nature Conservacy (TNC) bekerjasama dengan 18 lembaga swadaya masyarakat lokal se-Kalimantan itu, dipaparkan pada acara Simposium Orang Utan Internasional di Sanur, Bali, Rabu (21/7). Temuan positif dari hasil survei menunjukkan 92% responden menyatakan tidak berkonflik dengan orangutan. Hal ini menunjukkan indikasi bahwa orangutan tidak memasuki kebun mereka. Temuan penting lainnya adalah ancaman terhadap orang utan yang disebabkan oleh pembunuhan. Sebanyak 24,8% responden melaporkan adanya pembunuhan terhadap orang utan di sekitar kampung mereka. Alasan pembunuhan bervariasi, misalnya mayoritas responden di Provinsi Kalimantan Tengah memberikan jawaban orang utan dibunuh untuk diambil dagingnya. Sedangkan, sebagian responden lainnya mengaku tidak tahu alasan pembunuhan satwa dilindungi itu. Alasan lain yang proporsinya sangat kecil adalah untuk keperluan obat, hobi berburu dan mendapatkan anak orang utan untuk dijual. Selain itu juga ada alasan tidak sengaja tertimpa pohon yang ditebang dan terkena jerat babi atau rusa. “Dari temuan yang ada kita perlu melakukan pendekatan inovatif dengan cara lebih memahami aspek sosio-kultural masyarakat dan menerjemahkan berbagai kebijakan nasional dalam konteks lokal. Sehingga masyarakat dapat mengerti dan lalu menyokong upaya konservasi orang utan di Indonesia,” kata Direktur Konservasi Program Hutan TNC Damayanti Buchori. Para pemegang kebijakan perlu melakukan perubahan pendekatan yang mensyaratkan keterlibatan masyarakat secara penuh. Menurutnya, peningkatan keterlibatan dan peran serta masyarakat dapat dilakukan dengan cara menerjemahkan kebijakan nasional kedalam konteks lokal sehingga masyarakat paham dan mendukung implementasi kebijakan yang ada. Sumber : http://borneonews.co.id/news/kobar/12-kobar/3535-tidak-semua-warga-mengerti-orang-utan-dilindungi.html |
Sabtu, 24 Juli 2010
Tidak Semua Warga Mengerti Orang Utan Dilindungi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar