Komunitas Blogger Kotawaringin Barat

Islamic Calendar

Islamic Widget

Senin, 15 Juli 2013

Perjuangan merebut kemerdekaan

 

"Dengan merasa bangga Gubernur Kalimantan (Pangeran Mohammad Noor) membawa Panglima Utar dan teman temannya menghadap kepada bapak presiden dan wakil presiden.”
Setelah Komandan Tentara Pendudukan Jepang mati bunuh diri di Pangkalan Bun, tersiar berita yang mengatakan Jepang telah menyerah kepada Sekutu dan Indonesia telah dimerdekakan, kabar ini tidak resmi hanya merupakan kabar angin dan belum positif menjadi pegangan Bangsa Indonesia di Kumai, karena hubungan ke luar Daerah tidak ada.
Tanggal 6 September 1945 untuk pertama kalinya di Kumai, Sang Saka Merah Putih dinaikkan/dikibarkan dengan diiringi dengan lagu Kebangsaan Indonesia Raya dengan dihadiri oleh pemuka pemuka masyarakat, penduduk, dan anak-anak sekolah di bawah pimpinan Wilson satu guru sekolah di Kumai.
Pengibaran Bendera yang pertama kali ini mengambil tempat di halaman Gudang Borsumiy atau tanah lapang yang sekarang telah ditempati Swasta dan Kantor Camat yang lama di muka Kantor Camat yang sekarang. (Tempat ini tidak ada lagi, sekarang telah menjadi pelabunan Kumai, FM 2010)
Lagu Indonesia Raya yang dikumandangkan masih memakai teks yang lama.
Kira kira satu minggu kemudian tiba sebuah kapal perang sekutu yang memakai bendera berkebangsaan Australia di pelabuhan Kumai, untuk menawan tentara dan orang sipil Jepang.
Ikut dengan Tentara Sekutu ini seorang mata mata Nica yang ingin tahu keadaan Daerah Kumai dan sekitarnya Kota Waringin. Dialah yang mula-mula mengadakan propakasi dengan mengatakan bahwa pemimpin-pemimpin Bangsa Indonesia di Jawa seperti Soekarno, Hatta, Haji Agus Salim, Syahrir dan lain-lain telah mati di bunuh Jepang katanya dan sekarang yang berkuasa adalah Nica yaitu pemerintahan yang akan mengembalikan kekuasaan Hindia Belanda ke Indonesia ini.
Sekembalinya kapal perang sekutu ini turut di tawan seorang Pemuka Bangsa Indonesia di Kumai bernama Haji Mohamad Kasim yang dibawanya ke Banjarmasin.
Tidak berapa lama tiba pula di Kumai sebuah perahu layar golekan yang bernama tanjung semarang dan dalam ini perahu layar ikut seorang yang bernama haji Abdullah Mahmud (yang kalau dulu menamainya Ujang Abdullah) sekarang telah meninggal.
Dari Haji Abdullah Mahmud inilah kami di Kumai baru mengetahui bahwa Indonesia dan tanah airnya telah merdeka berdasarkan proklamasi tanggal 17 agustus 1945 di Jakarta yang diumumkan oleh Soekarno/Hatta.
Keesokan harinya 4 orang pemuda dari Kumai dengan memakai lencana merah putih dibajunya, naik diutus ke Pangkalan Bun untuk membicarakan soal ini kepada sri sultan Kota Waringin. Karena Sri Sultan dalam keadaan sakit maka urusan ini tidak mendapat keputusan, hanya yang mengakui gerakan kemerdekaan repubik Indonesia adalah pangeran arianingrat kepala distrik di Pangkalan Bun.
Sehari kemudian di Kumai di bentuk komite penyokong kemerdekaan republickIndonesia yang pengurus pengurusnya di ambil dari cerdik pandai, alim ulama dan pemuda pemudi bangsa Indonesia di Kumai sini.
Untuk menjamin kekuatan komiti penyokong kemerdekaan Republik Indonesia di Kumai ini dibentuk pula barisan angkatan muda bersenjata untuk menjamin keamanan daerah.
Pada tanggal 14 oktober 1945 bertempat di muka masjid jami Kumai diadakan rapat raksasa yang dihadiri oleh penduduk Kumai yang waktu itu masih berstatus kampung, dari segala lapisan masyarakat suku bangsa Indonesia yang berada di Kumai, dengan mengambil keputusan mendukung sepenuhnya proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dan berdiri di belakang soekarno/hatta dalam menegakkan/ mempertahankan republic Indonesia merdeka. Komiti penyokong kemerdekaan republic Indonesia ini bertempat di gudang almarhum bapak busrah bin ci’sili sebagai kantornya, dan angkatan muda bersenjata bermarkas di gedung rumah sekolah lama muka masjid jami Kumai.
Dalam barisan angkatan muda bersenjata ini bergabung semua unsur pemuda pemuda, orang tua, alim ulama, dan orang biasa.
Kedatangan Kapal Hap Gwan membawa 13 orang tentara Belanda di bawah pimpinan gezzaghebber opsir yng bernama van Der Ploeg, di pelabuhan Kumai yang pura pura ingin berdagang dan membawa gula pasir dan lain lain yang katanya mau berhurup/bertukar dengan barang barang hasil daerah Kota Waringin akan tetapi yang sebenarnya dia ingin menjajah kembali ke daerah ini. Atas keputusan bersama komiti penyokong kemerdekaan Republik Indonesia Kumai/Pangkalan Bun utusan gezzaghebber ini tidak di terima dan kapal hap gwan tersebut di usir dari perairan Kumai. 
Tibanya rombongan pejuang asal Kalimantan Barat di bawah pimpinan Bung Kadir, Yusup Mubarak dan Murni Gapar yang ke sasar ke daerah ini karena di gempur Tentara Nica di daerahnya dan seorang pemimpin nya gugur berjuang.
Atas petunjuk rombongan pejuang asal Kalimantan Barat ini organisasi ini perjuangan daerah Kummai diperbaiki atau dirombak.
Komiti penyokong Republik Indonesia Kumai dibubarkan di ganti dengan komiti nasional Indonesia mabang Kumai, angkatan muda bersenjata dan para alim ulama membentuk sendiri barisannya dengan nama barisan jenggot, serta kaum ibu membentuk perwari untuk mengurus dapur umum dan makan. Setelah perombakan organisasi perjuangan ini, maka komiti nasional Indonesia cabang Kumai menempati rumah syahbandar sebagai kantornya, sedangkan TKR setelah dibentuk oleh sdr. Murni Gapar menempati kantor/gudang pabrik Bakau bekas kepunyaan Jepang, angkatan muda bersenjata tetap menempati rumah sekolah lama dan barisan jenggot (para alim ulama) bermarkas di masjid jami Kumai.
Atas permintaan rombongan pejuang pejuang dari Kalimantan Barat ini TKR dan angkatan muda bersejata dari Kumai pernah mengirim kesatuannya untuk menyerang kedudukan Belanda dan membela pimpinanya yang bernama rahadi usman yang gugur di bunuh teror Belanda, ke pulau bawar Kalimantan Barat. Komiti Nasional Indonesia mengirim/mengutus orang orangnya ke sampit, Banjarmasin dan ke pulau Jawa untuk mencari hubungan dan bantuan untuk mempertahankan daerah Kumai dari serangan Belanda.
Utusan ke sampit dan ke Banjarmasin tidak berhasil hanya yang ke pulau Jawa berhasil menemui pemerintah Republik Indonesia pusat dan wakil presiden hatta serta gubernur Kalimantan IR Pangeran Mohamad Noor. 
Banjarmasin dan sampit belum mempunyai organisasi perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia karena daerahnya diduduki nica.
Pada hari senin tanggal 14 Januari 1946 jam 9.00 pagi waktu setempat hari bersejarah yang kita pringati pada hari ini yaitu 30 tahun yang lalu, pada hari itulah kota Kumai di serang oleh tentara penjajahan Belanda, dia datang menyerang dengan membawa 5 buah kapal yang penuh dengan tentara yang memakai sensata modern seperti karabin, mortir, granat tangan, stengun dan lain lain. Bangsa Indonesia di Kumai yang sudah siap siaga untuk menghadapi persenjatan serdadu serdadu Belanda tersebut.
Pendaratan tentara Belanda yang pertama di sambut oleh letusan senapang TKR dari darat dan mulai saat itulah terjadi pertempuran sengit, dengan semangat juang yang disemboyankan merdeka atau mati, pemuda pemudi bangsa Indonesia di Kumai bersama sama saudara saudaranya dari Pangkalan Bun mempertahankan tanah airnya dari serangan penjajah.
Dengan sejata yang primitif seperti mandau, parang bungkul, tombak, keris dan hanya sedikit senapan dan bambu runcing dalam menghadapi senjata modern terpaksa mundur mencari siasat karena tidak berimbang.
Dalam pertempuran ini telah banyak memakan korban harta benda dan jiwa pejuang.
Pada hari senin tanggal 14 januari 1946 inilah para pejuang menunaikan dharma baktinya kepada negara dan bangsa Indonesia, dan syahid 18 orang putra putri bangsa Indonesia termasuk komandan TKR di Kumai yang bernamaHaji Abdul Azis Syamsudin. Para korban di pihak penjajahan tidak sedikit mungkin sebanyak 30 sampai 40 orang serdadu penjajah tewas, seorang perwiranya yang berpangkat mayor menjadi korban juga pada hari itu. Pertempeuran di mulai jam 9.00 pagi sampai dengan jam 5.00 sore, dan mulailah para pejuang kemerdekaan mengundurkan diri mencari siasat dan sesudah melalui perundingan bersama sebagian mencari bantuan dan menyebrang ke pulau Jawa dan sebagian lainnya masuk hutan bergerilya.
Dalam pertempuran ini seorang ulama anggota barisan jenggot bernama panglima utar telah menunjukkan kegigihannya melawan tentara penjajahan dengan senjata sebilah mandau dapat menewaskan berpuluh puluh serdadu Belanda.
Setelah kejadian 14 Januari 1946 ini maka di daerah Kumai khususnya dan umumnya daerah Kota Waringin, sering sering terjadi pertempuran pertempuran antara tentara Belanda melawan gerilyawan gerilyawan bangsa Indonesia.
Seorang gerilyawan bernama Sahari bin Dahlan telah menyergap tentara pendudukan Belanda di pal 2 Pangkalan Bun, daerah majurejo sekarang setelah terjadi pertempuran yang sengit maka gugurlah pula pejuang sahari bin dhahlan ini sebagai kesuma bangsa dalam menunaikan tugas.
Para pejuang yang menyingkir ke pulau Jawa untuk mencari bantuan sampai ke pantai pulau Jawa dan mendarat di Tayu Jawa Tengah dan Juana dan terus menemui gubernur Kalimantan yang berkantor di Yogyakarta untuk melaporkan perjuangan rakyat Indonesia di daerah Kumai dan sekitarnya dan mendapat sambutan luar biasa dari gubernur Kalimantan karena dengan adanya perjuangan bangsa Indonesia di daerah Kumai inilah yang telah berjuang dengan fisik melawan tentara penjajahan, maka anak anak Kalimantan mulai membuka sejarah perjuangan Kalimantan untuk membela kemerdekaan Republik Indonesia merdeka yang bertempur di daerahnya sendiri.
Dengan merasa Bangga gubernur Kalimantan membawa Panglima Utar dan teman temannya menghadap kepada bapak presiden dan wakil presiden.
Bapak presiden dan wakil presiden mengucapkan terima kasih atas perjuangan yang telah dilakukan oleh pejuang pejuang kemerdekaan Republik Indonesia yang berasal dari Kumai ini. Setelah menerima laporan dari pejuang pejuang yang berasal dari Kumai ini gubernur Kalimantan memanggil putra putra Kalimantan untuk diikut sertakan bertempur ke Kalimantan untuk menghadapi tentara penjajahan, karena anak anak Kalimantan banyak yang berkeliaran dan memasuki kesatuan kesatuan pejuang di pulau Jawa.
Untuk pertama kalinya di kirim ke Kalimantan (Kumai) anak Kalimantan yang berasal dari kesatuan BPPRI dan pesindo Surabaya di bawah pimpinan husyin hamzah sebagai komandan. Pejuang pejuang asal Kalimantan yang berangkat ke daerah Kumai, mendarat di tanjung pengujan.
Kedatangan pejuang pejuang ini maka pemuda/pejuang yang berada di daerah Kumai menggabungkan diri kekesatuan yang datang dari Jawa, dan mulai bergerak untuk menyerang kedudukan Belanda di Pangkalan Bun/Kumai dengan memakai basis dari teluk bogam. Untuk pertama kali kontak bersenjata antara tentara pendudukan nica dengan rombongan pejuang pejuang ini, ialah sewaktu kapal hap gwan yang membawa tawanan dari Pangkalan Bun/Kumai ke Banjarmasin dan singgah dilaut tanjung pengujan dan turun mendarat sebanyak 30 orang tentara nica dengan memakai motor boat peninggalan Jepang.
Sesampai di tepi pantai melihat adanya bendera merah putih yang berkibar dengan megahnya didaratan maka opsir nica yang mengepalai pendaratan itu seorang mayor Belanda berteiak menyuruh menurunkan bendera tersebut.
Karena tidak dapat jawaban dari darat, rupa rupanya opsir Belanda itu marah dan menyuruh semua tentaranya turun ke darat untuk menyerang markas pejuang kemerdekaan Republik Indonesia yang berada di situ.
Setelah mendarat kira kira 10 meter dari motor boat maka motor boatnya kandas dan tembakan pertama dari darat mulai memberondong tentara Nica itu, karena separo badannya masih dalam air maka semuanya tidak dapat melakukan perlawanan.
Kemudian motor boat yang membawa tentara itu di tembak dari darata oleh para pejuang kemerdekaan hinggá terbakar, dan tantara nica itupun menjadi korban semuanya, termasuk opsirnya sendiri yang menurut kabar kabar adalah opsir yang mengalahkan pejuang pejuang Indonesia di kota baru.
Dengan kejadian tersebut diatas maka kapal hap gwan yang membawa tawanan bangsa Indonesia dari Kumai Pangkalan Bun terus berangkat ke Banjarmasin dan melaporkan kejadian ini ke induk pasukannya di Banjarmasin.
Tentara pendudukan Belanda yang ada di daerah ini merasa gelisah dengan adanya markas pejuang kemerdekaan Republik Indonesia yang berpangkalan di teluk bogam itu dan mendatangkan bala bantuan yang cukup besar dari Banjarmasin.
Setelah bala bantuannya datang dari Banjarmasin, tentara Belanda menyerang pula dengan melalui Pangkalan Bun dan mendarat di Bengaris, di mana dalam pertempuran inipun pihak nica mendapat pululan berat dan tidak berhasil menggempur markas pejuang yang berada di teluk bogam.
Untuk ketiga kalinya pertempuran terjadi antara pejuang pejuang kemerdekaan Republik Indonesia yang berada di teluk bogam dengan tentara Belanda di daerah sungai rangas wilayah Kumai, di mana dalam petempuran yang sengit, pimpinan rombongan pejuang kemerdekaan Republik Indonesia di teluk bogam sdr. Husyin hamzah gugur dalam menunaikan tugasnya kepada negara dan bangsa Indonesia.
Dan para pejuang mengundurkan diri ke lunci dan terus ke Jawa. Karena merasa banyak menanggung kerugian tentara pendudukan Belanda mendatangkan lagi bala bantuan dan sebuah kapal perangnya masuk di Kumai membawa tentara nica, dan terus kelaut tanjung pengujan, dengan menembaki kampung kampung yang berada di pesisir Kumai seperti teluk bogam, sungai Bakau, sebuai dan Keraya.
Karena tembakan yang membabi buta ini para pejuang banyak yang lari ke hutan dan orang orang kampung meninggalkan rumah tangganya, dan tentara nica naik ke darat membakar rumah, kebun dan segala harta penduduk yang berada dipesisir seperti sungai Bakau, teluk bogam dan sebuai habis di makan api (jadi lautan api) hingga sampai sekarang masih jadi ingatan bangsa Indonesia atas kekejaman penjajahan Belanda/nica itu.
Dalam pertempuran pertempuran yang telah berlaku di daerah teluk bogam dan sungai rangas ini telah banyak korban harta benda dan pejuang, di mana 5 orang pejuang syahid menunaikan dharma baktinya kepada negara dan bangsa Indonesia, beberapa orang yang luka ringan dan 3 buah pendukuhan perkampungan musnah di makan api karena di bakar oleh tentara Belanda. Kembalinya para pejuang asal Kumai dari pulau Jawa dengan memakai perahu layar membawa alat alat senjata untuk bertempur kembali ke Kumai di tengah lautan di sergap oleh kapal Perang Belanda, dan menawan sebagian pejuang pejuang tersebut dan sebagiannya ada yang lepas ke pantai Kalimantan.
Pejuang pejuang yang dapat disergapnya dibawa ke Semarang, dan di Semarang ada yang di hukum pengadilan Belanda dengan hukuman berat, karena dianggapnya extrimis, dan sebagiannya dilepaskan serta lolos melarikan kepedalaman yang dikuasai oleh pemerintah Republik Indonesia.
Yang di tahan dan di hukum oleh Belanda setelah menerima kedaulatan dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia dari penjara.
Yang melarikan diri kepedalaman Republik Indonesia masuk ke kesatuan kesatuan Kalimantan yang datangnya ke pulau jawa, seperti kesatuan kesatuan ALRI Div. IV di tuban, mobrig di mojokerto dan IPK di solo.
Yang lepas ke pantai Kalimantan membentuk kesatuan pejuang untuk melawan penjajahan Belanda, ada yang bergerilya di hutan ada pula yang bergerak di bawah tanah di kota kota di daerah ini.
Terjadinya vuur contact/kontak bersejata antara pejuang pejuang Republik Indonesia di Kumai, terjadinya di sungai sekonyer daerah Kumai, di mana dalam pertempuran iniseorang sersan Belanda tewas dan 3 orang bersaudara angkatan muda bersenjata gugur yaitu sohor, arip, dan dilah bin ceme.
Pemuda pemuda pejuang kemerdekaan yang berada di Kumai terus menerus mengikuti perjuangan dan semangat juang yang tak kunjung padam dan siap menunggu komando dan membentuk kesatuan pejuang untuk melawan penjajahan.
Tibanya utusan dari Banjarmasin untuk mengorganisir tenaga tenaga pejuang di daerah ini menuju kepada kesatuan komando dan membentuk kesatuan pejuang untuk melawan penjajahan yang menduduki daerah Kumai dan Kota Waringin pada umumnya.
Dengan adanya kesatuan tersebut tiba pula rombongan para gerilyawan yang berasal dari Banjarmasin dan Behaur di bawah pimpinan Udiansyah dari kesatuan ALRI DIVISI IV Kalimantan dan Arbain Sameng dari kesatuan MN. 1001.
Bersama sama dengan pejuang pejuang yang dari Banjarmasin dan Behaur tersebut di bentuk sebuah kesatuan pejuang dengan bermarkas di Pedalaman Natai Cina, sedangkan di kota Kumai sendiri bermarkas di rumah kediaman almarhum Bakrie Manteri pabean Kumai.
Terakhir setelah menerima kedaulatan, tentara yang resmi tiba pula di Kumai dan Pangkalan Bun dari Banjarmasin di bawah pimpinan bapak letnan burhan seniman maka pejuang pejuang yang bermarkas di natai cina ini memasuki TNI angkatan darat sebanyak 24 orang dan yang lain lainnya pulang ke masyarakat.






Sumber :
(Disalin oleh Fataya Azzahra Mangunjaya, dari Buku Mengenal Kotawaringin Barat, oleh: JU Lontaan dan GM. Sanusi, Asia Offset, Solo. 1976).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar