"Dengan
merasa bangga Gubernur Kalimantan (Pangeran Mohammad Noor) membawa
Panglima Utar dan teman temannya menghadap kepada bapak presiden dan
wakil presiden.”
Setelah Komandan Tentara Pendudukan Jepang mati
bunuh diri di Pangkalan Bun, tersiar berita yang mengatakan Jepang telah
menyerah kepada Sekutu dan Indonesia telah dimerdekakan, kabar ini
tidak resmi hanya merupakan kabar angin dan belum positif menjadi
pegangan Bangsa Indonesia di Kumai, karena hubungan ke luar Daerah tidak
ada.
Tanggal 6
September 1945 untuk pertama kalinya di Kumai, Sang Saka Merah Putih
dinaikkan/dikibarkan dengan diiringi dengan lagu Kebangsaan Indonesia
Raya dengan dihadiri oleh pemuka pemuka masyarakat, penduduk,
dan anak-anak sekolah di bawah pimpinan Wilson satu guru sekolah di
Kumai.
Pengibaran
Bendera yang pertama kali ini mengambil tempat di halaman Gudang
Borsumiy atau tanah lapang yang sekarang telah ditempati Swasta dan
Kantor Camat yang lama di muka Kantor Camat yang sekarang. (Tempat ini
tidak ada lagi, sekarang telah menjadi pelabunan Kumai, FM 2010)
Lagu Indonesia Raya yang
dikumandangkan masih memakai teks yang lama.
Kira kira satu minggu kemudian tiba
sebuah kapal perang sekutu yang memakai bendera berkebangsaan Australia di
pelabuhan Kumai, untuk menawan tentara dan orang sipil Jepang.
Ikut dengan Tentara Sekutu ini
seorang mata mata Nica yang ingin tahu keadaan Daerah Kumai dan
sekitarnya Kota Waringin. Dialah yang mula-mula mengadakan propakasi
dengan mengatakan bahwa pemimpin-pemimpin Bangsa Indonesia di Jawa
seperti Soekarno, Hatta, Haji Agus Salim, Syahrir dan lain-lain telah
mati di bunuh Jepang katanya dan sekarang yang berkuasa adalah Nica
yaitu pemerintahan yang akan mengembalikan kekuasaan Hindia Belanda ke
Indonesia ini.
Sekembalinya
kapal perang sekutu ini turut di tawan seorang Pemuka Bangsa Indonesia
di Kumai bernama Haji Mohamad Kasim yang dibawanya ke Banjarmasin.
Tidak berapa lama tiba pula di Kumai
sebuah perahu layar golekan yang bernama tanjung semarang dan dalam ini
perahu layar ikut seorang yang bernama haji Abdullah Mahmud (yang kalau
dulu menamainya Ujang Abdullah) sekarang telah meninggal.
Dari Haji Abdullah Mahmud inilah kami
di Kumai baru mengetahui bahwa Indonesia dan tanah airnya telah merdeka
berdasarkan proklamasi tanggal 17 agustus 1945 di Jakarta yang
diumumkan oleh Soekarno/Hatta.
Keesokan harinya 4 orang pemuda dari Kumai dengan
memakai lencana merah putih dibajunya, naik diutus ke Pangkalan Bun
untuk membicarakan soal ini kepada sri sultan Kota Waringin. Karena Sri
Sultan dalam keadaan sakit maka urusan ini tidak mendapat keputusan,
hanya yang mengakui gerakan kemerdekaan repubik Indonesia adalah
pangeran arianingrat kepala distrik di Pangkalan Bun.
Sehari kemudian di Kumai di bentuk
komite penyokong kemerdekaan republickIndonesia yang pengurus
pengurusnya di ambil dari cerdik pandai, alim ulama dan pemuda pemudi
bangsa Indonesia di Kumai sini.
Untuk menjamin kekuatan komiti penyokong kemerdekaan
Republik Indonesia di Kumai ini dibentuk pula barisan angkatan muda
bersenjata untuk menjamin keamanan daerah.
Pada tanggal 14 oktober 1945
bertempat di muka masjid jami Kumai diadakan rapat raksasa yang dihadiri
oleh penduduk Kumai yang waktu itu masih berstatus kampung, dari segala
lapisan masyarakat suku bangsa Indonesia yang berada di Kumai, dengan
mengambil keputusan mendukung sepenuhnya proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia dan berdiri di belakang soekarno/hatta dalam menegakkan/
mempertahankan republic Indonesia merdeka. Komiti penyokong kemerdekaan
republic Indonesia ini bertempat di gudang almarhum bapak busrah bin
ci’sili sebagai kantornya, dan angkatan muda bersenjata bermarkas di
gedung rumah sekolah lama muka masjid jami Kumai.
Dalam barisan
angkatan muda bersenjata ini bergabung semua unsur pemuda pemuda, orang
tua, alim ulama, dan orang biasa.
Kedatangan
Kapal Hap Gwan membawa 13 orang tentara Belanda di bawah pimpinan
gezzaghebber opsir yng bernama van Der Ploeg, di pelabuhan Kumai yang
pura pura ingin berdagang dan membawa gula pasir dan lain lain yang
katanya mau berhurup/bertukar dengan barang barang hasil daerah Kota
Waringin akan tetapi yang sebenarnya dia ingin menjajah kembali ke
daerah ini. Atas keputusan bersama komiti penyokong kemerdekaan Republik
Indonesia Kumai/Pangkalan Bun utusan gezzaghebber ini tidak di terima
dan kapal hap gwan tersebut di usir dari perairan Kumai.
Tibanya rombongan pejuang asal Kalimantan Barat di bawah pimpinan
Bung Kadir, Yusup Mubarak dan Murni Gapar yang ke sasar ke daerah ini
karena di gempur Tentara Nica di daerahnya dan seorang pemimpin nya
gugur berjuang.
Atas petunjuk rombongan pejuang asal
Kalimantan Barat ini organisasi ini perjuangan daerah Kummai diperbaiki
atau dirombak.
Komiti penyokong Republik Indonesia
Kumai dibubarkan di ganti dengan komiti nasional Indonesia mabang Kumai,
angkatan muda bersenjata dan para alim ulama membentuk sendiri
barisannya dengan nama barisan jenggot, serta kaum ibu membentuk perwari
untuk mengurus dapur umum dan makan. Setelah perombakan organisasi
perjuangan ini, maka komiti nasional Indonesia cabang Kumai menempati
rumah syahbandar sebagai kantornya, sedangkan TKR setelah dibentuk oleh
sdr. Murni Gapar menempati kantor/gudang pabrik Bakau bekas kepunyaan
Jepang, angkatan muda bersenjata tetap menempati rumah sekolah lama dan
barisan jenggot (para alim ulama) bermarkas di masjid jami Kumai.
Atas
permintaan rombongan pejuang pejuang dari Kalimantan Barat ini TKR dan
angkatan muda bersejata dari Kumai pernah mengirim kesatuannya untuk
menyerang kedudukan Belanda dan membela pimpinanya yang bernama rahadi
usman yang gugur di bunuh teror Belanda, ke pulau bawar Kalimantan
Barat. Komiti Nasional Indonesia mengirim/mengutus orang orangnya ke
sampit, Banjarmasin dan ke pulau Jawa untuk mencari hubungan dan bantuan
untuk mempertahankan daerah Kumai dari serangan Belanda.
Utusan ke
sampit dan ke Banjarmasin tidak berhasil hanya yang ke pulau Jawa
berhasil menemui pemerintah Republik Indonesia pusat dan wakil presiden
hatta serta gubernur Kalimantan IR Pangeran Mohamad Noor.
Banjarmasin
dan sampit belum mempunyai organisasi perjuangan kemerdekaan Republik
Indonesia karena daerahnya diduduki nica.
Pada hari
senin tanggal 14 Januari 1946 jam 9.00 pagi waktu setempat hari
bersejarah yang kita pringati pada hari ini yaitu 30 tahun yang lalu,
pada hari itulah kota Kumai di serang oleh tentara penjajahan Belanda,
dia datang menyerang dengan membawa 5 buah kapal yang penuh dengan
tentara yang memakai sensata modern seperti karabin, mortir, granat
tangan, stengun dan lain lain. Bangsa Indonesia di Kumai yang sudah siap
siaga untuk menghadapi persenjatan serdadu serdadu Belanda tersebut.
Pendaratan
tentara Belanda yang pertama di sambut oleh letusan senapang TKR dari
darat dan mulai saat itulah terjadi pertempuran sengit, dengan semangat
juang yang disemboyankan merdeka atau mati, pemuda pemudi bangsa
Indonesia di Kumai bersama sama saudara saudaranya dari Pangkalan Bun
mempertahankan tanah airnya dari serangan penjajah.
Dengan sejata
yang primitif seperti mandau, parang bungkul, tombak, keris dan hanya
sedikit senapan dan bambu runcing dalam menghadapi senjata modern
terpaksa mundur mencari siasat karena tidak berimbang.
Dalam
pertempuran ini telah banyak memakan korban harta benda dan jiwa
pejuang.
Pada hari senin tanggal 14 januari
1946 inilah para pejuang menunaikan dharma baktinya kepada negara dan
bangsa Indonesia, dan syahid 18 orang putra putri bangsa Indonesia
termasuk komandan TKR di Kumai yang bernamaHaji Abdul Azis Syamsudin. Para
korban di pihak penjajahan tidak sedikit mungkin sebanyak 30 sampai 40
orang serdadu penjajah tewas, seorang perwiranya yang berpangkat mayor
menjadi korban juga pada hari itu. Pertempeuran di mulai jam 9.00 pagi
sampai dengan jam 5.00 sore, dan mulailah para pejuang kemerdekaan
mengundurkan diri mencari siasat dan sesudah melalui perundingan bersama
sebagian mencari bantuan dan menyebrang ke pulau Jawa dan sebagian
lainnya masuk hutan bergerilya.
Dalam
pertempuran ini seorang ulama anggota barisan jenggot bernama panglima
utar telah menunjukkan kegigihannya melawan tentara penjajahan dengan
senjata sebilah mandau dapat menewaskan berpuluh puluh serdadu Belanda.
Setelah
kejadian 14 Januari 1946 ini maka di daerah Kumai khususnya dan umumnya
daerah Kota Waringin, sering sering terjadi pertempuran pertempuran
antara tentara Belanda melawan gerilyawan gerilyawan bangsa Indonesia.
Seorang
gerilyawan bernama Sahari bin Dahlan telah menyergap tentara pendudukan
Belanda di pal 2 Pangkalan Bun, daerah majurejo sekarang setelah terjadi
pertempuran yang sengit maka gugurlah pula pejuang sahari bin dhahlan
ini sebagai kesuma bangsa dalam menunaikan tugas.
Para pejuang
yang menyingkir ke pulau Jawa untuk mencari bantuan sampai ke pantai
pulau Jawa dan mendarat di Tayu Jawa Tengah dan Juana dan terus menemui
gubernur Kalimantan yang berkantor di Yogyakarta untuk melaporkan
perjuangan rakyat Indonesia di daerah Kumai dan sekitarnya dan mendapat
sambutan luar biasa dari gubernur Kalimantan karena dengan adanya
perjuangan bangsa Indonesia di daerah Kumai inilah yang telah berjuang
dengan fisik melawan tentara penjajahan, maka anak anak Kalimantan mulai
membuka sejarah perjuangan Kalimantan untuk membela kemerdekaan
Republik Indonesia merdeka yang bertempur di daerahnya sendiri.
Dengan merasa
Bangga gubernur Kalimantan membawa Panglima Utar dan teman temannya
menghadap kepada bapak presiden dan wakil presiden.
Bapak
presiden dan wakil presiden mengucapkan terima kasih atas perjuangan
yang telah dilakukan oleh pejuang pejuang kemerdekaan Republik Indonesia
yang berasal dari Kumai ini. Setelah menerima laporan dari pejuang
pejuang yang berasal dari Kumai ini gubernur Kalimantan memanggil putra
putra Kalimantan untuk diikut sertakan bertempur ke Kalimantan untuk
menghadapi tentara penjajahan, karena anak anak Kalimantan banyak yang
berkeliaran dan memasuki kesatuan kesatuan pejuang di pulau Jawa.
Untuk pertama
kalinya di kirim ke Kalimantan (Kumai) anak Kalimantan yang berasal
dari kesatuan BPPRI dan pesindo Surabaya di bawah pimpinan husyin hamzah
sebagai komandan. Pejuang pejuang asal Kalimantan yang berangkat ke
daerah Kumai, mendarat di tanjung pengujan.
Kedatangan
pejuang pejuang ini maka pemuda/pejuang yang berada di daerah Kumai
menggabungkan diri kekesatuan yang datang dari Jawa, dan mulai bergerak
untuk menyerang kedudukan Belanda di Pangkalan Bun/Kumai dengan memakai
basis dari teluk bogam. Untuk pertama kali kontak bersenjata antara
tentara pendudukan nica dengan rombongan pejuang pejuang ini, ialah
sewaktu kapal hap gwan yang membawa tawanan dari Pangkalan Bun/Kumai ke
Banjarmasin dan singgah dilaut tanjung pengujan dan turun mendarat
sebanyak 30 orang tentara nica dengan memakai motor boat peninggalan
Jepang.
Sesampai di tepi pantai melihat adanya
bendera merah putih yang berkibar dengan megahnya didaratan maka opsir
nica yang mengepalai pendaratan itu seorang mayor Belanda berteiak
menyuruh menurunkan bendera tersebut.
Karena tidak
dapat jawaban dari darat, rupa rupanya opsir Belanda itu marah dan
menyuruh semua tentaranya turun ke darat untuk menyerang markas pejuang
kemerdekaan Republik Indonesia yang berada di situ.
Setelah
mendarat kira kira 10 meter dari motor boat maka motor boatnya kandas
dan tembakan pertama dari darat mulai memberondong tentara Nica itu,
karena separo badannya masih dalam air maka semuanya tidak dapat
melakukan perlawanan.
Kemudian
motor boat yang membawa tentara itu di tembak dari darata oleh para
pejuang kemerdekaan hinggá terbakar, dan tantara nica itupun menjadi
korban semuanya, termasuk opsirnya sendiri yang menurut kabar kabar
adalah opsir yang mengalahkan pejuang pejuang Indonesia di kota baru.
Dengan
kejadian tersebut diatas maka kapal hap gwan yang membawa tawanan bangsa
Indonesia dari Kumai Pangkalan Bun terus berangkat ke Banjarmasin dan
melaporkan kejadian ini ke induk pasukannya di Banjarmasin.
Tentara
pendudukan Belanda yang ada di daerah ini merasa gelisah dengan adanya
markas pejuang kemerdekaan Republik Indonesia yang berpangkalan di teluk
bogam itu dan mendatangkan bala bantuan yang cukup besar dari
Banjarmasin.
Setelah bala bantuannya datang dari
Banjarmasin, tentara Belanda menyerang pula dengan melalui Pangkalan Bun
dan mendarat di Bengaris, di mana dalam pertempuran inipun pihak nica
mendapat pululan berat dan tidak berhasil menggempur markas pejuang yang
berada di teluk bogam.
Untuk ketiga
kalinya pertempuran terjadi antara pejuang pejuang kemerdekaan Republik
Indonesia yang berada di teluk bogam dengan tentara Belanda di daerah
sungai rangas wilayah Kumai, di mana dalam petempuran yang sengit,
pimpinan rombongan pejuang kemerdekaan Republik Indonesia di teluk bogam
sdr. Husyin hamzah gugur dalam menunaikan tugasnya kepada negara dan
bangsa Indonesia.
Dan para pejuang mengundurkan diri ke
lunci dan terus ke Jawa. Karena merasa banyak menanggung kerugian
tentara pendudukan Belanda mendatangkan lagi bala bantuan dan sebuah
kapal perangnya masuk di Kumai membawa tentara nica, dan terus kelaut
tanjung pengujan, dengan menembaki kampung kampung yang berada di
pesisir Kumai seperti teluk bogam, sungai Bakau, sebuai dan Keraya.
Karena
tembakan yang membabi buta ini para pejuang banyak yang lari ke hutan
dan orang orang kampung meninggalkan rumah tangganya, dan tentara nica
naik ke darat membakar rumah, kebun dan segala harta penduduk yang
berada dipesisir seperti sungai Bakau, teluk bogam dan sebuai habis di
makan api (jadi lautan api) hingga sampai sekarang masih jadi ingatan
bangsa Indonesia atas kekejaman penjajahan Belanda/nica itu.
Dalam
pertempuran pertempuran yang telah berlaku di daerah teluk bogam dan
sungai rangas ini telah banyak korban harta benda dan pejuang, di mana 5
orang pejuang syahid menunaikan dharma baktinya kepada negara dan
bangsa Indonesia, beberapa orang yang luka ringan dan 3 buah pendukuhan
perkampungan musnah di makan api karena di bakar oleh tentara Belanda.
Kembalinya para pejuang asal Kumai dari pulau Jawa dengan memakai perahu
layar membawa alat alat senjata untuk bertempur kembali ke Kumai di
tengah lautan di sergap oleh kapal Perang Belanda, dan menawan sebagian
pejuang pejuang tersebut dan sebagiannya ada yang lepas ke pantai
Kalimantan.
Pejuang pejuang yang dapat disergapnya
dibawa ke Semarang, dan di Semarang ada yang di hukum pengadilan
Belanda dengan hukuman berat, karena dianggapnya extrimis, dan
sebagiannya dilepaskan serta lolos melarikan kepedalaman yang dikuasai
oleh pemerintah Republik Indonesia.
Yang di tahan
dan di hukum oleh Belanda setelah menerima kedaulatan dikeluarkan oleh
pemerintah Republik Indonesia dari penjara.
Yang
melarikan diri kepedalaman Republik Indonesia masuk ke kesatuan kesatuan
Kalimantan yang datangnya ke pulau jawa, seperti kesatuan kesatuan ALRI
Div. IV di tuban, mobrig di mojokerto dan IPK di solo.
Yang lepas ke
pantai Kalimantan membentuk kesatuan pejuang untuk melawan penjajahan
Belanda, ada yang bergerilya di hutan ada pula yang bergerak di bawah
tanah di kota kota di daerah ini.
Terjadinya
vuur contact/kontak bersejata antara pejuang pejuang Republik Indonesia
di Kumai, terjadinya di sungai sekonyer daerah Kumai, di mana dalam
pertempuran iniseorang sersan Belanda tewas dan 3 orang bersaudara
angkatan muda bersenjata gugur yaitu sohor, arip, dan dilah bin ceme.
Pemuda pemuda
pejuang kemerdekaan yang berada di Kumai terus menerus mengikuti
perjuangan dan semangat juang yang tak kunjung padam dan siap menunggu
komando dan membentuk kesatuan pejuang untuk melawan penjajahan.
Tibanya
utusan dari Banjarmasin untuk mengorganisir tenaga tenaga pejuang di
daerah ini menuju kepada kesatuan komando dan membentuk kesatuan pejuang
untuk melawan penjajahan yang menduduki daerah Kumai dan Kota Waringin
pada umumnya.
Dengan adanya kesatuan tersebut tiba
pula rombongan para gerilyawan yang berasal dari Banjarmasin dan Behaur
di bawah pimpinan Udiansyah dari kesatuan ALRI DIVISI IV Kalimantan dan
Arbain Sameng dari kesatuan MN. 1001.
Bersama sama
dengan pejuang pejuang yang dari Banjarmasin dan Behaur tersebut di
bentuk sebuah kesatuan pejuang dengan bermarkas di Pedalaman Natai Cina,
sedangkan di kota Kumai sendiri bermarkas di rumah kediaman almarhum
Bakrie Manteri pabean Kumai.
Terakhir
setelah menerima kedaulatan, tentara yang resmi tiba pula di Kumai dan
Pangkalan Bun dari Banjarmasin di bawah pimpinan bapak letnan burhan
seniman maka pejuang pejuang yang bermarkas di natai cina ini memasuki
TNI angkatan darat sebanyak 24 orang dan yang lain lainnya pulang ke
masyarakat.
Sumber :
(Disalin oleh Fataya Azzahra Mangunjaya, dari Buku Mengenal
Kotawaringin Barat, oleh: JU Lontaan dan GM. Sanusi, Asia Offset,
Solo. 1976).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar